Bila kita akan membicarakan sejarah Keris Manurung, maka kita seharusnya mengadakan retropeksi (menengok kebelakang) tentang sejarah kerajaan mamuju yang juga sekaligus menjadi sejarah kabupaten mamuju dimana sudah berusia atau berumur 477 tahun (1540-2017)
Pada zaman itu menurut penelitian oleh orang-orang ahli sejarah telah menemukan bahwa di mamuju telah terdapat tiga pemukiman neolit yaitu Minanga, Simakko, Kamesi dan Kalumpang yang semuanya terdapat disekitar aliran sungai karama.
Dimana pada pemukiman neolit (sudah halus) tersebut penduduknya sudah mempunyai budaya yang tinggi seperti : Alat-alat kesehariannya telah menggunakan alat-alat batu dan kayu, yang paling penting alat tersebut dipakai untuk memukul kulit kayu guna membuat pakaian. Alat –alat batu dan tulang terdiri dari pisau dan kapak dan lain-lainnya
Gerabah yang halus dengan hiasan yang halus pula, gerabah dan hiasan ini terkait dengan pembuatan gerabah yang ada di Filipina, Vietnam, Cina Selatan, Thailand, Kamboja, Taiwan, Malaysia Barat, Malaysia Timur (Sabah) dan Malanesia (Kepulauan Fasifik)
Diperkirakan tiga daerah (Minanga, Samakko, Kamisi, dan Kalumpang) sudah ada pemukiman masyarakat yang tinggi ini dibuktikan dengan motif SA-HUYNH- KALANAY dalam tenunan ikat seko mandi yang sangat terkenal di dunia
Menurut PELRAS dalam bukunya The Bugis sikendeng pada abad ke 2 – abad ke 5 masehi merupakan pelabuhan internasional, karena banyak disinggai oleh kapal-kapal asing.
Masyarakat disini merupakan masyarakat yang tercipta sebagai lanjutan dari masyarakat Minanga, Kalumpang, Kamisi, dan Samakko.
Pada tahun 1540 – 1545 pelabuhan kurri – kurri di Simboro tercatat dalam peta pelayaran Portugis, banyak dikunjungi oleh orang-orang asing seperti Portugis, Belanda, Inggris, dll untuk datang membeli hasil-hasil bumi
Jadi dari bukti-bukti sejarah tersebut diatas, maka sejak dari dahulu kala mamuju sudah dikenal di seantero nusantara tanah air.
Sejarah manurung
Pada zaman dahulu kala kira-kira pada tahun 1550 dikerajaan mamuju diadakan oleh Raja mamuju bernama TOMEJAMMENG mengadakan suatu pesta yang besar dan mengundang hampir seluruh raja yang menjadi sahabat-sahabatnya , pesta ini diadakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun putranya atau putra mahkota yang telah menginjak usia 17 tahun. Kerajaan – kerajaan yang sempat hadir antara lain kerajaan Pitu Babana Binanga dan Pitu Ulunna salu, kerajaan Luwu, kerajaan Bone, kerajaan Gowa termasuk raja Badung dipulau Bali
Ibu kota kerajaan mamuju pada waktu itu berada dilenga-lenga langgamonar, kehadiran raja-raja tersebut disambut dengan suka cita oleh raja mamuju bersama para tetua adatnya. Rombongan raja yang paling besar adalah rombongan raja Badung karena selain bersama keluarganya, permaisuri raja, putri raja yang pintar menari dan memilki paras yang cantik jelita serta gamelan turut hadir dalam pesta itu. Setelah acara dibuka dengan resmi kegiatan diadakan siang dan malam dan para rombongan masing-masing mensajikan antraksi lagu dan tarian sesuai dengan yang disiapkan oleh kerajaan-kerajaan yang diundang, pada saat rombongan kerajaan Badung Bali mulai menarikan beberapa tarian yang dipimpin oleh putri raja Badung Bali, maka saat itulah putra raja Mamuju mulai terpikat oleh putri raja Badung Bali, dan cinta putra raja Mamuju pun tidak bertepuk sebelah tangan, karena cintanya disambut oleh putri raja Badung Bali yang pintar menari dan cantik jelita itu.
Sebagai bagian dari acara perberkahan juga dipersembahkan pergelaran kesenian sebagai pertunjukan rasa suka cita atas terselenggaranya kenduri perberkahan atas putra mahkota pattolawali.
Bunyi gendang bertalu-talu berseling irama yang mengiringi suara gamelan terpancarlah sorotan sepasang mata dari raut wajah penuh ceria mempesona, tak lain adalah putri raja Badung Bali yang tampak memukau mewirakan sebuah tari sebagai pengantar selamat atas perberkahan tibanya usia remaja putra raja Pattolawali.
Sementara acara keramaian sedang berlangsung putra raja Mamuju mengadakan suatu taktik yakni mengadakan suatu usaha untuk menghalangi perahu rombongan raja Badung Bali untuk tidak bisa keluar dari muara sungai Binanga, yaitu dengan cara membendung sungai Binanga dengan batang kayu, pohon-pohonan besar sehingga perahu tidak bisa keluar menuju laut luas dengan tujuan ke Badung Bali. Ketika raja Mamuju mengetahui adanya peristiwa penutupan kali, maka raja Mamuju TOMEJAMMENG merasa sangat malu karena tamunya raja Badung tidak bisa pulang ke Badung sesuai dengan rencananya, ketika raja Mamuju mengadakan konfirmasi dengan seluruh ketua adat mengadakan penyelidikan siapa pelaku usaha penutupan sungai, maka putra raja Mamuju mengaku kepada Ayahandanya bahwa dia sendiri (putra mahkota raja mamuju) yang membuat penutupan sungai dengan dibantu oleh para kekemuane serta para penjaga istana yakni golongan joa dan rakyat biasa. Pengakuan putra mahkota (Pattolawali) kepada Ayahandanya bahwa dia berbuat menutupnya sungai agar supaya raja Badung dan sanak keluarganya terutama putri mahkota raja Badung Bali jangan pulang ke Bali karena ia sangat mencintainya dan tertarik untuk mempersunting menjadi istri. Dengan keterangan dan jawaban itu raja Mamuju lalu mengadakan pertemuan (molimbo) dengan para tetua adat mengatur Penikahan putranya dengan putri raja Badung.
Sesudah perkawinan putra mahkota raja mamuju (pattolawali) dengan putri kerajaan badung, maka entah apa penyebab raja Badung berkeinginan untuk menggali sungai baru yakni sungai kasiwa yang dikerjakan oleh masyarakat kasiwa lalu mendapat upah berupa uang dan juga menerima sebuah songko berbalut emas murni. Dimuara sungai baru (kasiwa) ada sebuah pelabuhan yang bernama labuanbali. sekitar kira-kira 1 tahun sesudah perkawinan kedua sijoli anak raja ini kemudian diberkahi anak laki-laki dan diberi nama Lasalaga yang atas kehendak Allah SWT anak laki-laki tersebut kembar dengan sebila keris, dan keris lalu diberi nama Manurung karena proses kelahiran keris ini tidak sama dengan keris biasa yang ditempa oleh tukang besi tetapi lahir dari rahim seorang Ibu, yakni istri (Permaisuri) dari anak Raja Mamuju (Pattolawali). Keris Manurung ini oleh masyarakat Mamuju disebut juga Maradika tammakkanakana, setelah Lasalaga berumur 10 Tahun Ayahandanya Pattonawali meninggal dunia. Proses kematiannya kontropersi karena ada masyarakat memperkirakan mati karena dimakan oleh binatang buas, karena kesukaannya selalu masuk hutan selain untuk bersemedi dia juga hoby berburu binatang rusa dan binatang lainnya, ada juga berpendapat meninggal lalu hilang kekayangan.
Di Kerajaan Mamuju pada saat itu para tetua adat dan masyarakat pada umumnya menginginkan hadirnya putra mahkota yang akan menggantikan raja mamuju yang umurnya sudah sangat tua, apalagi dalam keluarga kerajaan Mamuju pada umumnya wanita (Putri) tidak ada laki – laki sehingga Lasalaga sangat diperlukan didatangkan ke Mamuju, di berangkatkanlah Tim ke Bali di Pimpin oleh Baligau untuk bertugas menjemput Cucu raja mamuju ( Lasalaga) dengan perahu PANDEBAKANG sebelum Tim utusan berangkat diadakan sebuah sayembara untuk membuat permainan dari emas seperti kelereng, juppi, gasing dan permainan lainnya untuk menjadi umpan bagi cucu raja Mamuju (Lasalaga) perundingan Tim atau Rombongan dengan Raja Badung gagal karena Raja Badung terutama Ibunda Lasalaga sangat keberatan kalau anaknya dibawah ke Mamuju, tetapi berkat kelicikan Tim dari Mamuju Lasalaga terpancing oleh permainan emas dan dia mau berangkat ikut ke Mamuju, sebelum berangkat Lasalaga sempat mengambil kembarnya dan lalu dibawah ke Mamuju hingga sekarang keris Manurung adalah Benda Pusaka orang Mamuju dan orang Bali.